Irak sebelum Islam
Irak terkenal sebagai tempat lahirnya peradaban. Lebih dari sepuluh ribu situs arkeologi bernilai tinggi terdapat di sini. Sejarah Irak dimulai pada zaman paleolitik yang hidup di dataran Mesopotamia, sekitar seribu abad yang lalu. Dataran subur ini diapit sungai Tigris dan sungai Eufrat, atau lebih dikenal dengan sebutan “Bulan sabit yang subur”.
Pada tahun 4800 SM ditemukan tanda-tanda kebaradaan bangsa Sumeria di kawasan al-Ubaid. Dan pada tahun 2371 SM kelompok Akkodians mendirikan kerajaan yang dapat mempersatukan bangsa Sumeria.
Tahun 1894 SM kelompok Amorites mendirikan
dinasti Babylonia. Salah satu yang menjadi penguasanya adalah Hammurabi
(1792-1750 SM). Dialah yang pertama kali membuat aturan hukum negara di dunia.
Setelah berjalan bertahun-tahun terjadi konflik antar saudara yang berakhir
dengan hancurnya dinasti Babylonia. Kemudian muncul Babylonia baru. Diantara
rajanya yang terkenal adalah Nebuchardnezzar II yang membangun “Taman Gantung”
yang bertingkat-tingkat dengan ketinggian tiap lapisan kurang lebih 350 kaki.
Irak setelah Islam masuk
Agama Islam dan bangsa Arab masuk ke wilayah Irak pada masa Khilafah Umar bin Khottob tahun 637 M. Merekalah yang menyebut wilayah ini Irak. Kholifah kemudian mendirikan dua kota penting, yaitu Kuffah dan Bashroh.
Tahun 750 M dinasti Abbasiyah menguasai Irak.
Putranya, al-Mansur menemukan sebuah kota kecil yang dinamakan Baghdad yang ia
juluki “Madinatus Salam (Kota Perdamaian). Baghdad didirikan pada tahun 762,
menjadi ibu kota kekhalifahan Abbasiah oleh Abu Jafar al-Mansur, yang dikenal
sebagai orator dan administrator ulung serta pakar bahasa. Sejak saat itu, kota
yang terletak di tepi barat Sungai Tigris tersebut seakan mewarisi kejayaan
kerajaan-kerajaan besar di Mesopotamia. Sejarah menceritakan, Baghdad menjadi
pusat perdagangan, budaya, dan kota pelajar yang penting. Bahkan, Baghdad juga
pernah dianggap sebagai pusat intelektual dunia, pusat kekuatan dunia. Di kota
itulah dahulu kebudayaan Arab dan Persia bercampur dan menghasilkan ilmu
pengetahuan, kebudayaan, dan karya-karya sastra yang adiluhung. Apa yang sudah
diletakkan Al-Mansur terus dikembangkan oleh para penerusnya. Di tangan Harun
ar-Rashid (786-806), cucu Al-Mansur, Baghdad kian bersinar dan menjadi kota
terbesar kedua di dunia setelah Konstantinopel. Adalah Harun ar-Rashid pula
yang memerintahkan pembangunan kanal-kanal kota, tanggul, dan tempat-tempat
penampungan air. Ia juga memerintahkan agar rawa-rawa sekitar Baghdad
dikeringkan sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
Di zaman Harun ar-Rashid—yang dikenal sebagai
“Khalifah yang tidak pernah tidur” karena selalu keliling negerinya di malam
hari untuk bertemu dan mendengarkan apa keinginan rakyatnya, kaum intelektual
mendapat tempat terhormat. Seni sastra juga berkembang pesat. Di kala itu
lahirlah cerita Seribu Satu Malam dan muncul tokoh cerita Aladdin, Ali Baba,
dan Sinbad “Si Pelaut”.
Kebudayaan Arab berkembang demikian pesat di
zaman Al-Ma’mun (813-833), putra Harun ar-Rashid. Di zaman khalifah inilah
dilakukan penerjemahan karya-karya para penulis Yunani. Al-Ma’mun juga
mendirikan Darul Hikmah yang mengambil alih peran Universitas Jundaisapur
Persia. Segera setelah akademi itu didirikan, Baghdad menjadi pusat ilmu
pengetahuan. Perpustakaan di akademi tersebut diperkaya dengan buku-buku
terjemahan dari pelbagai bahasa. Para sarjana dari berbagai bangsa dan agama
diundang untuk bekerja di akademi tersebut.
Direktur pertama akademi itu adalah Hunain ibn
Ishaq yang menerjemahkan karya-karya filsafat dan kedokteran Yunani. Bahkan,
mereka juga menerjemahkan Kitab Suci Perjanjian Lama dari bahasa Yunani ke
bahasa Arab. Di zaman itu pula para sarjana di bawah pimpinan Hunain ibn Ishaq
melahirkan karya besar, yakni di bidang matematika terutama kalkulus integral.
Pakar matematika terkemuka kala itu adalah Abu Ja’far Muhammad ibn Musa
al-Khawarizmi (680-750). Dialah yang menemukan persamaan aljabar dan angka nol.
Al-Khawarizmi menulis 10 buku pelajaran matematika. Ia juga menulis buku
pelajaran aritmatika yang memperkenalkan angka-angka Hindu ke dunia Arab.
Buku-buku itu pula yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, dan
kemudian berkembang di daratan Eropa.
Baghdad benar-benar tumbuh menjadi kota budaya,
kota pelajar, dan kota damai. Berbagai ilmu pengetahuan maju pesat. Al-Makmun
pernah mengirim rombongan penerjemah ke Konstantinopel, Roma dan sebagainya
untuk menghimpun buku-buku sains dan filsafat yang belum ada dalam Islam untuk
kemudian dibawa ke Baghdad. Rombongan ekspedisi ini terdiri atas Abu Yahya ibnu
Bathriq (w. 815 M), Muhammad ibnu Salam (w. 839 M), Hajja ibnu Yusuf ibnu
Mathar (w. 833 M), dan Hunain ibnu Ishaq (w. 874 M). Pada masa pemerintahan
al-Mutawakkil (847-861 M), seorang ahli matematika dari Sabia, Tsabit Ibnu
Qurrah (w. 901 M) dan murid-muridnya menerjemahkan karya-karya Yunani terutama
bidang geometri, dan astronomi, termasuk juga karya-karya juga karya-karya
Aristoteles, Plato, Apollonius, Galen, Archimedes, Hyppocrates, Ptolemus,
Euclid, dan Pythagoras dalam bahasa Arab. Melalui kegiatan penerjemahan inilah
terjadi gelombang helenisme I dalam Islam yang kemudian mendorong berkembangnya
filsafat dalam Islam. Munculnya para filosof dalam Islam seperti al-Kindi (w.
870 M), al-Farabi (w. 950 M), Ibnu Sina (w. 1037 M) tidak dapat dilepaskan dari
gerakan penerjemahan tersebut. Mereka tidak sekadar membaca dan menerjemahkan
karya-karya dari Yunani, tapi juga memberi ulasan, komentar, elaborasi, dan
seterusnya. Tentu saja mereka juga mendialogkan antara pemikiran filsafat
Yunani dengan segi-segi ajaran Islam. Atas dasar itu, tidak mengherankan jika
beberapa segi pemikiran filsafat dalam Islam sangat nampak dipengaruhi oleh
filsafat Yunani.
Studi kedokteran juga maju dan kemudian mendorong
didirikannya rumah sakit-rumah sakit di Baghdad. Sejarah mencatat, ketika itu
penduduk Baghdad mencapai satu juta orang. Wilayah kekuasaan Bani Abbasiah pun
membentang dari Cina bagian barat hingga Afrika bagian utara. Pada abad ke-13,
di masa pemerintahan khalifah Abbasiah ke-37, Al-Mustansir Billah, didirikanlah
universitas. Roda sejarah terus berputar dan kebesaran Bani Abbasiah pun mulai
pudar, antara lain karena persoalan di dalam. Selain itu, juga banyak tokoh
kondangnya meninggal. Salah satu tokoh terkemuka di akhir masa Abbasiah adalah
Abu Hamid al-Ghazali, seorang profesor Al-Madrasa Al-Nizamiya, sekolah hukum
agama terbesar pertama di Baghdad yang didirikan pada tahun 1067. Pusat kaum
intelektual pun lantas pindah ke Cairo, Mesir, dan Cordoba serta Toledo,
Spanyol. Dari wilayah Spanyol inilah karya-karya besar para ilmuwan dan pemikir
Muslim masuk dan meresap ke Eropa.
Tahun demi tahun Irak dipimpin oleh satu Khalifah
hingga datang bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan tahun 1258 M dan
menaklukkan negeri ini. Kota dihancurkan. Menurut cerita, ratusan ribu orang dibantai
pasukan Mongol dan sungai darah mengalir di jalan-jalan, sementara
lembah-lembah penuh jenazah. Hulagu membangun piramida tengkorak para ilmuwan,
pemimpin agama, dan penyair Baghdad. Kemudian dilanjutkan oleh Timur Leng yang
menghancurkan Baghdad pada tahun 1401 M. Terjadilah perebutan kekuasaan yang
menghantarkan Irak ke tangan kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah (1514-1918 M). Dan
akibat dari perjanjian damai perang dunia I, Irak diperintah dan dijajah
Inggris.
Irak dibawah kolonial Inggris
Tahun 1914 M Inggris mulai menjajah Irak. Kemudian diumumkanlah Irak menjadi negara kerajaan pada tahun 1921 M. Jelang sebelas tahun kemudian, yaitu tahun 1932 M, Irak merdeka walaupun masih dibawah kendali Inggris hingga tahun 1958 M. Pada tahun ini kerajaan Irak digulingkan dan berdirilah negara republik. Antara tahun 1958-1968 M banyak terjadi pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan kekuasaan berada di tangan militer. Kemudian pada tahun 1968 terjadi revolusi besar yang sangat bersejarah di Irak yang membawa partai Ba’ats pada tampuk kekuasaan.
Irak pasca revolusi
Tertanggal 17 juli 1968 Irak memasuki babak baru dalam sistem kenegaraan. Pada tanggal ini terjadi revolusi di Irak yang menumbangkan rezim presiden Abdurrahman Arif dan diganti oleh Ahmad Hasan Bakar sebagai presiden dan Saddam Hussen sebagai wakilnya. Revolusi ini dilaksanakan oleh Ibrahim Abdurrahman Daud, pemimpin pasukan garda republik ketika itu dan Abdurrazak Naif, direktur intelejen Irak masa itu. Naif dijadikan Perdana Menteri dan Daud dijadikan Menteri Pertahanan. Akan tetapi keduanya adalah mata-mata yang bekerja untuk CIA, dinas intelejen AS. Daud mengatakan bahwa revolusi ini adalah atas perintah dari CIA yang bertujuan untuk manjaga keberlangsungan keamanan Israel di Timur Tengah. Setelah diketahui bahwa keduanya adalah mata-mata CIA, maka pada tanggal 30 juli 1968 atau tiga belas hari setelah revolusi tersebut, mereka diusir dari Irak.
Pada tahun 1970 keluar keputusan untuk menghukum
mati Abdul Ghoni ar-Rowy, mantan wakil Perdana Menteri Irak pada masa
Abdurrahman Arif dan salah seorang jendral yang ingin menumbangkan pemerintahan
Bakar dan Saddam pada awal-awal pemerintahannya yang bekerja sama dengan
pemerintahan Iran ketika itu. Maka keluarlah keputusan hukuman mati itu dimana
Rowy sendiri berada di Iran ketika keputusan diambil.
Saddam Hussen menjadi orang nomor satu di Irak
pada tahun 1979. Sejarah perpolitikannya selalu diwarnai dengan darah selama
itu dianggap perlu dalam melanggengkan kekuasaannya. Diantara bukti nyatanya
adalah perang yang terjadi antara Irak dan Iran selama kurun waktu delapan
tahun (1980-1988). Dua tahun setelah itu Irak kemudian menjajah Kuwait (1990)
yang berakibat terjadinya perang teluk antara Irak dan pasukan sekutu pimpinan
AS.
Ini salah satu contoh nyata perpolitikan luar
negeri Irak yang diwarnai dengan darah. Begitupun perpolitikan dalam negerinya
yang baru terkuak pada akhir-akhir ini, dimana ditemukan kuburan-kuburan masal
korban politik penentang Saddam. Keputusan hukuman mati terhadap Rowy dapat pula
di jadikan sampel.
Akan tetapi tidak semua kelakuan Saddam bernilai
negatif. Banyak kemajuan-kemajuan yang didapat pada pemerintahan Saddam, baik
dalam bidang ekonomi, pendidikan, pertanian, transportasi, dan demokrasi.
Irak pasca perang teluk
Secara langsung perang teluk berdampak pada penderitaan rakyat Irak yang tidak berdosa. AS, melalui tangan PBB mengembargo Irak secara menyeluruh selama kurang lebih enam tahun (1990-1996). Kemudian embargo ini diperingan dengan disetujuinya program “Minyak untuk pangan”, dimana Irak boleh menjual hasil minyaknya sejumlah enam milyar dollar selama enam bulan dan dibelikan bahan makanan. Program ini pun belum dapat mengangkat beban rakyat Irak yang sangat menderita sehingga beberapa negara di dunia mengusulkan untuk mencabut embargo PBB atas Irak. Akan tetapi, AS yang tidak ingin Irak keluar dari hegemoninya selalu membuat alasan yang mengada-ada demi keberlangsungan embargo tersebut.
Diantara alasannya adalah kepemilikan Irak akan
senjata pemusnah masal, dimana sampai saat ini belum terbukti bahwa Irak
mempunyai senjata tersebut. Malahan AS dengan beraninya mengeluarkan surat
keterangan palsu yang mengabarkan bahwa disana terdapat perjanjian antara Irak
dan Nigeria tentang pembelian uranium, bahan pembuat nuklir.
Dampak korban perang teluk ini begitu
menyedihkan. Jutaan bocah tewas karena epidensi kangker darah serta beragam
penyakit lain yang belum dikenal. Setelah diteliti bahwa semuanya ini berujung
pada penggunaan depleted uranium sebagai sumber radiasi. Rupanya serangan-serangan
pasukan sekutu mengandung unsur-unsur bom nuklir. Hal ini diakui menhan Inggris
dan dari dokumen dephan AS.(untuk lebih lengkapnya tentang korban perang teluk
baca Izzah edisi 14, Maret 2003).
Irak pasca Saddam tumbangAkhirnya tamat riwayat perpolitikan Saddam di Irak. Tepat hari Rabu, 9 April 2003 Baghdad resmi jatuh ke tangan Hulagu “Bush” Khan abad 21. Banyak kesamaan antara dua manusia ini. Dilihat dari tarikhnya, jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H terjadi pada bulan Muharram. Begitu pun pada bulan Maret-April lalu, peran Amerika-Irak bermula sejak bulan Muharram juga. Dilihat dari cara penghancurannya tidak jauh berbeda antara keduanya. Begitu pun tentang kejatuhan keduanya, yang dimulai dari pengkhianatan anak buahnya.
Akan tetapi meskipun Irak telah jatuh, masih ada
harapan-harapan yang tersirat dari perlawanan-perlawanan rakyat Irak. Jatuh
korban dari pihak AS begitu membuat Bush kalang kabut. Dan ini akan menjadikan
citra perpolitikan Bush di mata parlemen AS semakin jelek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar